Bel berbunyi tanda selesai pelajaran. Murid-murid girang bukan main, seakan terbebas dari kejenuhan di kelas. Sebagai guru bahasa Inggris yang sudah mengajar di SMA 2 Sukoharjo selama 6 tahun, aku sudah sering mengalami kejadian semacam ini. “Ahh sudahlah, namanya juga anak-anak” kataku menguatkan hati. Namun belakangan ini aku semakin gelisah dan penasaran, kenapa murid-murid tidak begitu enjoy dengan pelajaran ku.
Saat keluar kelas, kulihat beberapa teman guru asyik di depan laptop. Wah bukannya istirahat menenangkan pikiran ,justru malah asyik berkutat di depan komputer. Ku dekati Pak Agung,guru Bahasa Inggris kelas X, dan ku tanya, “Sedang apa pak?” Jawabnya “ Ini baru mendesain template- ku untuk mengajar pakai MPI.” Apa itu template?“ tanyaku penasaran. Lalu kawanku yang juga mengajar TIK itu menunjukkan materi pembelajarannya di rancang menggunakan tampilan tetapnya atau template di powerpoint yang dihubungkan dengan sound dan video. “ Didalam template ini ada tombol navigasi yang gunanya membantu murid belajar mandiri tanpa harus ada guru disampingnya”. Katanya. “Sudah sejauh ini”, pikirku merasa ketinggalan jaman . Melihatku diam termangu,dia melanjutkan, ‘’Anak-anak sekarang beda mas ,dulu kita mengajar bermodal buku, berdiri di depan kelas, memberi tugas,sudah beres. Sekarang, boro-boro dibaca, disentuhpun tidak”. Pak Wahyu, yang dari tadi diam, menimbrung, “Murid sekarang gaya belajarnya cenderung visual learners,yakni belajar cepat lewat audio visual, maunya ngerti cepat jadi emoh baca buku. Kalo masih pake metode ceramah, mereka pada males, ngantuk dan lebih parah lagi, malah BBm-an saat pelajaran.”
“Betul juga ya” batinku. Aku jadi ingat kenapa murid suka mengulur-ngulur waktu mengikuti pelajaran, bisa jadi karena merasa pembelajaran kurang menarik,sehingga yang dilakukan hanya wasting time saja dalam belajar. Guru pun karena kurang persiapan, kadang pembelajaran bahasa Inggris malah disajikan dengan bahasa ibu, bikin mereka nggak semangat belajar ngomong. Sudah begitu ia pun ketinggalan informasi dengan muridnya lagi, dimana mereka lebih akrab istilah-istilah seperti template, slide, animation, i-phone, ipad, ipod, gadget, portable player, tahu istilah wi-fi dan sebagainya. Pernah aku ditanya muridku, “ Template itu apa sih sir?” Jawabku,” Itu mungkin ada kaitannya dengan peninggalan sejarah, kayak candi, gitu”. Jawabku setengah ragu.” Itu apa nggak temple pak?” Muridku mengoreksi jawabku yang sok tahu. Jadi malu rasanya kalau ingat kejadian itu.
Berawal dari kejadian itulah , aku mulai mempelajari apa itu Media Pembelajaran Interaktif. Aku mencari kesempatan untuk menimba ilmu, salah satunya dengan ikut lomba MPI di LPMP Jawa Tengah pada tanggal 26-28 Desember 2012. Dengan modal powerpoint yang sederhana aku mendaftar, yang penting ikut dulu. Setibanya di sana, aku benar-benar menjadi murid kembali. Duduk mendengarkan kawan peserta lomba yang MPI-nya bagus-bagus, menarik, dan inspiratif. “Hebat, hebat!” batinku. Baru dua hari bergabung, banyak hal yang sudah aku pelajari, termasuk bagaimana ,memaksimalkan MPI dengan multi media lain yang tidak hanya menarik siswanya, tapi gurunya juga. Aku jadi merasa betah mengikuti presentasi tersebut, tidak ngantuk bahkan termotivasi. Andai suasana ini ada pada kelasku, maka aku membayangkan betapa bermaknanya pembelajaran yang aku sampaikan. Tidak ada murid yang mengantuk, siswa yang bolos, bahkan sering ijin ke kamar mandi yang entah apa itu benar atau hanya alasan mampir ke kantin.
Sepulang dari LPMP, aku mulai menyibukkan diri. Setiap waktu luang, kumanfaatkan belajar secara otodidak maupun mengunduh di internet. Pelan-pelan tapi pasti, aku mulai merasakan manfaat MPI. Kalau dulu, aku harus teriak-teriak bahkan sering marah-marah karena murid tidak memperhatikan pelajaran, sekarang MPI-lah yang menggantikan peranku,bekerja secara otomatis, berpindah layar dengan template gambar yang menarik, dikemas dengan sound yang nggandem (bagus) di lab. Multi media.
Anak-anakpun sekarang merasa senang. Rasa bosan terhadap pelajaran bahasa Inggris terobati. Mereka banyak melihat dan menemukan hal-hal yang baru. Pembelajaran disajikan runut dan memudahkan pemahaman mereka. Akupun lalu merenung, “mengajar sekarang bukanlah pekerjaan yang mudah, butuh persiapan berhari-hari bahkan berbulan-bulan hanya untuk disajikan selama 90 menit. Tetapi dengan persiapan yang matang itulah guru bisa melihat hasil pengajarannya yang bertahan lebih lama di memori mereka . “ahh kenapa nggak aku coba dari dulu-dulu ya”, sesalku. Tapi tidak apa-apa. Akan aku tularkan pengalamanku ini pada guru yang lain lewat facebook, twitter, blog atau apalah supaya mereka bisa saling share dan belajar dari pengalaman orang lain. Tentunya, ini untuk masa depan pendidikan Indonesia yang lebih baik. Terimakasih ya Allah, atas petunjuk dan hidayahMu.
Identitas Penulis :
mantapsssss....
BalasHapus